Louder than life merupakan judul album Sidney Mohede, dimana ia
berkolaborasi dengan banyak artis. Sungguh suatu album yang hebat sekali,
dengan berbagai macam aliran musik di dalamnya. Dan album ini merupakan salah
satu album favorit saya. Bukan hanya karena musiknya, bukan hanya karena lagu
pujian di dalamnya, namun juga karena judul album ini memberikan inspirasi bagi
saya. Ketika pertama kali saya mendengar ungkapan louder than life, saya agak bingung, apanya yang lebih keras dari
hidup? Sampai suatu ketika saya diberi pengertian bahwa louder than life itu menggambarkan bagaimana suara Tuhan itu harus
kita pasang pada volume tertinggi dalam hidup kita, agar kita lebih
mendengarkan suara Tuhan daripada mendengar suara-suara lain dalam hidup kita.
Saya ingin berbagi pengalaman hidup saya dengan Saudara. Saya adalah seorang
anak yang semenjak kecilnya rajin pergi beribadah ke gereja. Sudah belajar
melayani Tuhan semenjak kecil, meski bukan anak seorang hamba Tuhan, namun saya
sangat senang melayani Tuhan. Namun Saudara, seberapa kita rajin beribadah, seberapa
besar pelayanan kita kepada-Nya, tidak dapat menjadi tolok ukur ketaatan kita
dalam melakukan firman Tuhan dalam hidup kita. Saya merasakannya dalam hidup
saya dahulu, setiap minggu melayani Tuhan, namun pada hari-hari biasa, hal-hal
duniawi juga saya lakukan. Saya hanya memasang suara Tuhan pada volume
tertinggi pada hari Minggu saja, sedangkan pada hari-hari lain saya lebih
mendengarkan apa yang menjadi kesenangan saya. Hal seperti ini juga masih
banyak menjangkiti anak-anak Tuhan, dan kalau kita membiarkan hal itu terus
berlanjut, keselamatan itu akan hilang. Beberapa tahun yang lalu, ketika saya
masih belum hidup dalam pertobatan yang sungguh, saya berhubungan dengan
seorang perempuan yang berbeda keyakinan. Hubungan kami ini didasari dengan
cinta yang salah menurut firman, namun cinta yang lazim bagi anak-anak dunia
jaman sekarang. Saat itu, volume suara Tuhan hampir-hampir tidak pernah saya
pasang keras, sampai-sampai saya datang ke gereja dan melayani itu hanya
seperti sebuah rutinitas di hari Minggu. Setiap kali firman Tuhan disampaikan,
saya duduk di luar gereja dan tidak memperhatikan khotbah gembala saya, suara
Tuhan sudah benar-benar saya acuhkan karena volume suara dunia itu sudah
mempengaruhi hidup saya. Dan perlu Saudara ketahui, kita tidak dapat
mengeraskan dua volume suara sekaligus, karena itu pasti akan kacau sekali,
seperti menonton TV, namun di belakang kita sedang ada konser musik rock, suaranya pasti kacau sekali. Dan
dalam hidup kita pun, kita juga hanya bisa memilih mana yang akan lebih kita
dengarkan, suara Tuhan, atau suara dunia. Kembali lagi ke kisah saya tadi,
hampir setengah tahun kami menjalani hubungan kami, dan tentu saja hubungan
saya dengan Tuhan menjadi terabaikan. Jujur saja, itu adalah pacaran terlama
yang pernah saya jalani, justru dengan orang yang tidak seiman, dan Saudara
tahu apa sebabnya? Karena saya telah termakan dengan filsafat kosong si Iblis
tentang cinta. Dan hal itu berakibat hampir saja saya meninggalkan Tuhan,
hampir saja saya berpindah keyakinan hanya karena cinta. Namun Tuhan itu baik,
kalau Tuhan sudah memilih dan menetapkan saya untuk melayani, maka Ia akan
melakukan berbagai cara untuk membuat saya kembali kepada-Nya. Singkat cerita,
akhirnya pacar saya itu pindah ke Jakarta, beberapa hari saya merasa sedih
karena merasa kehilangan dia. Setelah itu saya mulai kenal dengan persekutuan
di GSII EL-Adonnai, dan disini Tuhan ‘memaksa’ saya untuk selalu mendengarkan
suara-Nya, karena di tempat ini karunia-karunia Tuhan bekerja begitu luar
biasa, sehingga saya menyadari kebodohan saya yang selama ini lebih
mendengarkan suara dunia. Tuhan melepaskan saya dari jerat si Iblis dan saat
ini saya bersyukur saya dapat tetap berdiri untuk melayani-Nya. Meski saya
harus bayar harga, saya akan terus mengikuti dan melakukan apa yang Tuhan mau
dalam hidup saya.
Namun, belakangan ini saya malah mendapatkan beberapa
undangan pernikahan teman saya, dan mereka semua menjual iman mereka hanya
karena cinta. Saya menangis di hadapan Tuhan, sampai-sampai saya berkata
mengapa Tuhan hanya membuat saya saja yang sadar? Mengapa Tuhan tidak membuat
mereka tersadar juga? Lalu Tuhan memberi pengertian, bahwa itu semua adalah
pilihan mereka. Bagaimana bisa mereka sadar, bagaimana bisa mereka berbalik,
kalau volume suara Tuhan tidak pernah mereka pasang? Kalau yang mereka
dengarkan itu hanya suara dunia? Keinginan mereka sendiri? Sesungguhnya
Saudara, Tuhan kita itu bukanlah Allah yang otoriter, Tuhan ingin kita sendiri
yang membuka hati kita untuk lebih mendengarkan suaraNya dalam hidup kita.
Tuhan juga ingin melihat hati kita, apakah kita sungguh mengasihi-Nya, lebih
dari apapun di dunia ini. Saat ini saya mengajak Saudara untuk membuka hati,
mari kita mulai perkeras volume suara Tuhan dalam hidup kita. Sedalam apapun
kita jatuh, sekelam apapun hidup kita, mari kita buka hati kita lagi untuk
suara Tuhan itu masuk dalam hidup kita. Dengarlah, dengarlah suara-Nya yang
memanggil Saudara. Jangan lagi menutupi suara Tuhan dengan suara-suara dunia, make His voice louder than life! Seek Him, and we shall live! (Amos 5:4b)